Wednesday, April 10, 2013

Ketika arsip Negara Hilang

Judul itu yang dialami oleh Indonesia ketika kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan. Indonesia saat itu hanya membuktikan melalui adanya patrol AL Belanda di kawasan tersebut tahun 1895 sampai 1928 termasuk kehadiran kapal AL Belanda Lynx ke Sipadan pada November 1921, adanya survey hidrografi kapal Belanda Macasser di perairan Sipadan pada Oktober dan November 1903. Patroli ini dilanjutkan oleh patrol TNI AL. Selain itu, bukti yang diajukan adalah adanya kegiatan perikanan nelayan pada tahun 1952 sampai 1960an dan awal 1970an. Berbeda dengan Malaysia membuktikan dengan hukum Inggris yaitu Turtle Preservation Ordinance 1917, perijinan kapal nelayan kawasan Sipadan Ligitan, regulasi suaka burung tahun 1933 dan pembangunan mercusuar pada tahun 1962 dan 1963. Semuanya adalah produk hukum pemerintah kolonial Inggris.

*) Pengajar Tidak Tetap Mata Kuliah Manajemen Kearsipan di Universitas Negeri Semarang
Hasil voting hakim Mahkamah Internasional sangat mengagetkan bahwa Sipadan dan Ligitan milik Malaysia dengan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim) artinya pemerintah kolonial Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administrasi secara nyata berupa ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi marcusuar sejak 1960an.  Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sangat lemah dalam masalah administrasi. Jangankan mengarsip, menata pada barang kepemilikan saja belum tercatat (Sipadan Ligitan tidak tercatat dalam pengaturan wilayahnya).
Opini keliru kebanyakan orang adalah orang mencari arsip jika ada suatu sengketa. Berarti dia berasumsi bahwa arsip tidak memiliki nilai daya guna dan dia tidak mengetahui makna arsip. Demikian juga Negara akan mencari bukti-bukti mengenai kepemilikannya jika ada Negara lain mengusiknya. Melihat kondisi ini, orang enjoy jika permasalahan tidak muncul, demikian juga Negara merasa nyaman jika Malaysia (saat itu) tidak menggangu.
Akan terjadi musibah, jika orang yang mengganggu atau Negara yang mengusiknya akan mempermasalahkan ke pengadilan karena secara administrasi orang atau Negara tersebut lemah. Jika diasumsikan orang yang memiliki SIM C merasa tenang selama mengendarai sepeda motor. Dia merasa nyaman meskipun selama perjalanan melewati Polisi yang berpatroli, berbeda dengan orang yang tidak memiliki SIM yang mengendarai sepeda motor akan merasa tidak nyaman selama berkendara meskipun dia selama berkendara melihat pemandangan yang indah di sekitarnya akan tetapi tidak merasakan pemandangan itu di depan mata karena rasa ketidaknyamanan. Itulah gambaran Indonesia saat itu yang lemah dalam mengarsip maka pantas kehilangan kedua pulau tersebut.
Negara harus dapat mampu mencatat kekayaan yang dimilikinya baik berupa wujud benda dan non benda. Wujud benda berupa fisik yang dapat dilihat secara kasat mata seperti naskah, candi, pulau, tanah, arca, batuan, bangunan, kaset, cd, laptop, patung, dan lainnya. Wujud Non benda berupa nilai-nilai yang ada di masyarakat seperti tarian, kepercayaan, kebudayaan, nyanyian, dan lainnya. Kedua benda tersebut jika memiliki nilai guna maka disebut dengan arsip.
Dari beberapa hasil wawancara yang dilakukan penulis bahwa masyarakat belum memahami makna arsip. Dengan pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara seperti Apa itu arsip? Ada berapa arsip itu? Apa Saudara memiliki arsip? Apa manfaat arsip? Bagaimana mendapatkan arsip? Mengapa mendapatkan arsip? Di mana arsip didapatkan? Bagaimana cara menyimpan arsip? Dan pertanyaan lainnya. Dari beberapa pertanyaan mengenai arsip maka sedikit orang yang dapat menjawabnya. Berbeda dengan pertanyaan seperti apa Saudara memiliki KTP? Apa itu KTP? Ada berapa KTP yang Saudara miliki? Apa manfaat KTP? Bagaimana mendapatkan KTP? Mengapa mendapatkan KTP? Di mana mendapatkan KTP? Bagaimana cara menyimpan KTP? Dan pertanyaan lainnya. Jika menggunakan kata “KTP” maka orang menjawab dengan cepat dan mampu menjelaskan secara detail. Padahal dalam manajemen kearsipan bahwa KTP adalah arsip karena suatu dokumen tertulis yang mempunyai nilai historis, disimpan, dan dipelihara.
Kejadian tersebut membuktikan bahwa masyarakat masih belum paham makna arsip. Jika masyarakat saja seperti itu maka peristiwa hilang Surat Perintah Sebelas Maret, rapuh hari Kesaktian Pancasila, lengser bapak Hendarman Supandji (tidak ada surat pengangkatan dari presiden) dan peristiwa lainnya maka pantas dikatakan Negara galau arsip karena mereka ceroboh dalam mengarsip. Padahal arsip sangat penting bagi kelangsungan kehidupan bernegara dan berbangsa. Komponen Negara terkecil adalah masyarakat. Ia sebagai subkomponen yang harus dioptimalkan dalam memahami makna arsip demi kelangsungan kehidupan masyarakat, Negara dan bangsa.
Dari penjelasan tersebut di atas maka permasalahannya adalah (1) Bagaimana mengupayakan masyarakat memahami arsip sehingga Negara dapat tertib dalam menjalankan administrasi? (2) Nilai guna apa yang terkandung dalam arsip sehingga masyarakat tidak menyepelekannya? (3) Bagaimana peran arsip dalam menjaga kedaulatan Negara? (4) Kendala-kendala apa saja yang terjadi dalam penyelamatan arsip untuk menjaga kedaulatan Negara?
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui upaya masyarakat memahami arsip sehingga Negara dapat tertib dalam menjalankan administrasi, mengetahui nilai guna arsip sehingga masyarakat tidak menyepelekannya mengetahui peran arsip dalam menjaga kedaulatan Negara dan mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam penyelamatan arsip untuk menjaga kedaulatan Negara.
PEMBAHASAN
Negara Sadar Arsip
Berbekal masyarakat sadar arsip maka dalam konteks lebih luas Negara harus lebih sadar arsip. Berbicara arsip bukan berarti tumpukan kertas yang bertumpuk, surat masuk, surat keluar, buku ekspedisi dan lainnya. Semuanya adalah bagian terkecil dari pekerjaan arsip. Arsip adalah segala kertas naskah buku, foto, film, microfilm, rekaman suara, gambar peta, bagan atau dokumen lain dalam segala macam bentuk dan aslinya atau salinannya serta dengan segala cara penciptaannya, data yang dihasilkan atau diterima oleh suatu badan sebagai bukti atas tujuan organisasi, fungsi, kebijaksanaan, keputusan, prosedur, pekerjaan atau kegiatan pemerintah yang lain atau pentingnya informasi yang terkandung di dalamnya. Cara termudah menuju Negara sadar arsip adalah masyarakat memahami arsip sebagaimana definisi di atas. Key word  definisi itu adalah apapun dokumen jika di dalamnya terkandung informasi dinamakan arsip. Itulah yang dilakukan penulis dalam memberikan pelatihan kepada masyarakat mengenai arsip, pendampingan kepada pegawai kelurahan mengenai sistem penyimpanan kearsipan, anak muda dalam menyimpan file di laptop (sistem arsip berbasis komputer), dan lainnya. Jika semua komponen memaknai arsip sesuai dengan definisi arsip maka Negara tertib administrasi melalui kearsipan mudah terwujud.
Nilai Guna ALFRED
Menurut Vernon VB, nilai guna warkat tercermin dalam satu istilah ALFRED (Administrative, Legal, Fiscal, Research, Educational, and Documentary). Artinya masyarakat atau Negara jangan sekali-kali menghilangkan dokumen yang memiliki nilai administrasi, hukum, keuangan, penelitian, pendidikan, dan dokumentasi). Contoh Supersemar adalah arsip yang memiliki semua nilai guna tersebut (pada saat itu). Secara administrasi jelas bahwa surat itu dikeluarkan oleh presiden Sukarno kepada Jenderal Suharto. Pada saat itu beliau secara power hukum sangat kuat. Dari dua sisi nilai saja, jelas Supersemar adalah arsip namun menjadi berkurang nilai dokementasi (saat sekarang) karena hilang surat tersebut padahal jika surat itu masih maka semua rakyat Indonesia akan menghargai pelaku-pelaku dalam isi surat perintah tersebut dan membuktikan perjuangan pahlawan Negara kita. Berbeda ceritanya jika surat itu hilang, lalu nilai pendidikan juga pudar. Apakah sekarang di sekolah diajarkan surat “ampuh” supersemar? Jika waktu penulis sekolah itu menjadi sesuatu yang luar biasa tetapi sekarang terkesan biasa karena bukti fisiknya tidak ada sehingga seakan-akan ada kegalauan dalam sejarah nasional bangsa Indonesia. Nah, di sinilah letak arsip dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara bahwa arsip dapat dinikmati oleh generasi sekarang meskipun para pelaku sudah meninggal dunia. Dengan demikian masyarakat atau Negara tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun arsip yang dimilikinya.

Bank Informasi
Arsip merupakan pusat informasi yang lengkap. Satu dokumen dapat dimaknai berbagai sudut informasi. Sebagaimana contoh pada pendahuluan di atas bahwa Malaysia mendapatkan Sipadan dan Ligitan bukan atas kegiatannya sendiri tetapi atas kegiatan hukum Inggris yang dilakukan pada tahun 1917, 1933, 1962 dan 1963 jauh sebelum Federasi Malaysia dengan keanggotaan Sabah dibentuk pada 16 September 1963. Secara implisit berupa dokumen Turtle Preservation Ordinance menujukkan bahwa arsip tersebut memiliki nilai eksplisit berupa legislasi, yudisial, dan administrasi. Kekuatan dokumen tersebut sangat kuat di dunia Internasional. Ini menunjukkan bahwa arsip merupakan bank informasi apa pun mulai dari hukum, sejarah, ilmu pengetahuan. Bank informasi tersebut berguna bagi pihak yang bersangkutan (intern) dan ekstern. Intern adalah bagi organisasi tersebut meliputi ketua, sekretaris, anggota, dan lainnya. Ekstern meliputi pihak dari luar organisasi yang membutuhkan data-data tersebut. Sekecil apa pun benda atau dokumen yang mengandung informasi maka harus disimpan. Terlebih dokumen tersebut memiliki kemaslahatan bagi kehidupan Negara maka harus disimpan karena mengandung historis dan yurudis yang kuat sehingga bukan suatu berita atau informasi yang invalid yang akan terekam bagi Negara tersebut. Alangkah beruntungnya saat itu Malaysia yang memiliki penjajah Inggris yang sudah mampu mengarsipkan kedua pulau tersebut dalam suatu dokumen sehingga Malaysia dapat warisan dua pulau itu.
Distorsi Sumber
Kendala yang dihadapi oleh Negara dalam penyelamatan arsip untuk menjaga kedaulatan Negara adalah distorsi sumber atau ketidak jelasan sumber seperti penemuan Indonesia Raya tiga Stanza ditemukan di server Belanda padahal Roy Suryo pada pemberitaan (saat itu) telah menemukannya pada server universitas di Belanda. Untuk mendapatkan arsip dengan kualitas muttafiqun alaih (meminjam istilah hadis) maka tidaklah mudah. Sumber yang kredibel harus didapatkan, artinya konsistensi, keajegan kebenaran informasi yang terkandung di dalamnya memiliki nilai yang tetap, dan tidak berubah-ubah dalam situasi yang cepat.  Jenis arsip yang memiliki nilai guna informasi historis meskipun habis masa retensinya maka tetap digunakan seperti teks proklamasi. Teks tersebut memiliki sumber yang valid berdasarkan pada saksi sejarah baik pelaku maupun bukti fisik. Saksi sejarah berupa tokoh pemuda yang saat ini masih hidup, tentara veteran, ahli sejarah dan lainnya. Bukti fisik berupa naskah tulisan yang terarsip, naskah ketikan yang tersimpan, rekaman video proklamasi presiden Sukarno, dan lainnya. Hal ini menjadikan sumber tersebut kuat. Berbeda dengan sebuah arsip yang memiliki distorsi sumber maka nilai informasi menjadi invalid dalam membuktikan kebenaran informasi. Terlebih jika informasi tersebut hanya berupa ucapan kata atau kutipan yang tidak bersumber maka jika seperti ini bukan dikatakan sebuah arsip karena arsip memiliki nilai guna. Semakin banyak sumber yang mendukung kebenaran informasi dari satu arsip maka akan semakin muttafib alaih informasi yang terkandung di dalamnya.
Penutup
Berdasarkan pembahasan di atas maka simpulan peranan arsip dalam menjaga kedaulatan negara dilakukan dengan (1) Negara sadar arsip harus dimulai dari komponen terkecil yang ada di Negara yaitu masyarakat sadar arsip, (2) “sesuatu” apa pun baik benda atau dokumen yang memiliki nilai guna ALFRED dinamakan arsip sehingga “sesuatu” itu harus disimpan, dipelihara, diamankan, dan dirawat (3) Arsip merupakan bank informasi yang mampu memberikan tafsiran makna dari sisi legislasi, yudisial, dan administrasi yang diakui oleh Internasional serta bermanfaat bagi pihak intern dan ekstern, (4) untuk mendapatkan arsip dengan nilai guna tinggi dibutuhkan sumber yang muttaqiun alaih yang keajegan dan konsistensi informasi tersebut tetap dengan didukung multi sumber berupa subjek berupa pelaku dan sumber objek berupa bukti fisik.
Daftar Pustaka
Mulyono, S. Partono dan Kuswantoro, A. 2012. Manajemen Kearsipan. Semarang : Unnes Press.
Martono, E. 1990. Kearsipan(record Managemen dan Filing dalam Prakktek Perkantoran Modern). Jakarta : Karya Utama.
Prasetiyo. A. 2012. Sengketa RI-Malaysia tentang Kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan.  diupload tanggal  8 Mei 2012. Didownload pada tanggal 22 Oktober 2012 pada www.agus-prasetiyo.blogspot.com.
News Detik. 2007. Tak Benar Indonesia Raya 3 Stanza Ditemukan di Server Belanda. Diupload tanggal 6 Agustus 2007, didownload pada tanggal 22 Oktober 2012 http://www.news.detik.com.
*) Pengajar Tidak Tetap Mata Kuliah Manajemen Kearsipan di Universitas Negeri Semarang

No comments:

Post a Comment